^_^ W E L C O M E 2 M Y L I V E S ^_^

Selamat datang di blog saya yang lucu ni...

Semoga Anda Menikmati...

Sajian tulisan ini...

Thank You...

^_^

E-Learning bagian 2

E-LEARNING (PEMBELAJARAN ELEKTRONIK)
SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF KEGIATAN PEMBELAJARAN

Sudirman Siahaan*)

Abstrak: E-Learning sangat potensial untuk membuat proses belajar lebih efektif sebab peluang siswa untuk berinteraksi dengan guru, teman, maupun bahan belajarnya terbuka lebih luas. Siswa dapat berkomunikasi dengan gurunya kapan saja, yaitu melalui e-mail. Demikian juga sebaliknya. Sifat komunikasinya bisa tertutup antara satu siswa dengan guru atau bahkan bersama-sama melalui papan buletin. Komunikasinya juga masih bisa dipilih, mau secara serentak atau tidak. Melalui e-Learning, para siswa/mahasiswa dimungkinkan untuk tetap dapat belajar sekalipun tidak hadir secara fisik di dalam kelas. Kegiatan belajar menjadi sangat fleksibel karena dapat disesuaikan dengan ketersediaan waktu para siswa/mahasiswa. Kegiatan pembelajaran terjadi melalui interaksi siswa/mahasiswa dengan sumber belajar yang tersedia dan dapat diakses dari internet. Fleksibilitas kegiatan pembelajaran dimungkinkan terjadi melalui pemanfaatan teknologi komputer dan internet. Dalam kaitan ini, untuk dapat mengikuti kegiatan e-Learning, tidak diperlukan adanya tambahan perangkat lunak tertentu di komputer yang akan digunakan, asal komputer tersebut sudah dilengkapi dengan fasilitas koneksi ke internet.

Kata kunci: pembelajaran elektronik (e-learning), teknologi komputer dan internet, platform, Local Area Network (LAN), e-mail.


1. Pendahuluan

Dewasa ini semakin bertambah banyak jumlah perguruan tinggi di berbagai negara yang menyajikan materi perkuliahan secara elektronik, baik sebagai pelengkap maupun pengganti pembelajaran tatap muka. Beberapa perguruan tinggi menyelenggarakan kegiatan pembelajaran elektronik sebagai suplemen (tambahan) terhadap materi pelajaran yang disajikan secara reguler di kelas (Wildavsky, 2001; Lewis, 2002). Namun, beberapa perguruan tinggi lainnya menyelenggarakan e-learning sebagai alternatif bagi mahasiswa yang karena satu dan lain hal berhalangan mengikuti perkuliahan secara tatap muka. Dalam kaitan ini, e-Learning berfungsi sebagai option (pilihan) bagi mahasiswa.

Beberapa perguruan tinggi di luar negeri, misalnya Kanada, telah menjadikan pembelajaran elektronik sebagai salah satu alternatif pembelajaran yang dapat dipilih oleh mahasiswa. Artinya, seluruh kegiatan perkuliahan diikuti oleh mahasiswa melalui pemanfaatan internet, mulai dari pendaftaran diri untuk mengikuti kuliah, konsultasi akademik, penyelesaian tugas-tugas dan penyerahannya, sampai dengan evaluasi kegiatan belajar mahasiswa. Dengan demikian, mahasiswa dapat memilih apakah akan mengikuti kegiatan kuliah secara tatap muka, atau secara online, atau perpaduan keduanya. Masing-masing pilihan ini dihargai sama secara akademik.

Kecenderungan untuk mengembangkan e-Learning sebagai salah satu alternatif pembelajaran di berbagai lembaga pendidikan dan pelatihan semakin meningkat sejalan dengan perkembangan di bidang teknologi komunikasi dan informasi. Infrastruktur di bidang telekomunikasi yang menunjang penyelenggaraan e-Learning tidak lagi hanya menjadi monopoli kota-kota besar, tetapi secara bertahap sudah mulai dapat dinikmati oleh mereka yang berada di kota-kota di tingkat kabupaten. Artinya, masyarakat yang berada di kabupaten telah dapat “berinternet ria”.

Di samping peningkatan infrastruktur di bidang telekomunikasi, baik ketersediaaannya dan cakupannya maupun kualitasnya, lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan, terutama lembaga pendidikan tinggi, tampak terus melengkapi dirinya dengan berbagai fasilitas yang memungkinkan para “civitas academica”-nya memanfaatkan infrastruktur telekomunikasi yang tersedia untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran dan pemberian layananan kepada mahasiswa. Berbagai fasilitas yang dimaksud antara lain adalah berupa pengadaan perangkat komputer (lab komputer), koneksi ke internet (internet connectivity), pengembangan website, pengembangan Local Area Network (LAN), dan pengembangan intranet.

Pemanfaatan teknologi telekomunikasi untuk kegiatan pembelajaran di perguruan tinggi di Indonesia semakin kondusif dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Departemen Pendidikan Nasional (SK Mendiknas) tahun 2001 yang mendorong perguruan tinggi konvensional untuk menyelenggarakan pendidikan jarak jauh (dual mode). Dengan iklim yang kondusif ini, beberapa perguruan tinggi telah melakukan berbagai persiapan, seperti penugasan para dosen untuk (a) mengikuti pelatihan tentang pengembangan bahan belajar elektronik, (b) mengidentifikasi berbagai platform pembelajaran elektronik yang tersedia, dan (c) melakukan eksperimen tentang penggunaan platform pembelajaran elektronik tertentu untuk menyajikan materi perkuliahan.

Melalui kegiatan pembelajaran elektronik, siswa dapat berkomunikasi dengan gurunya kapan saja, yaitu melalui e-mail. Demikian juga sebaliknya. Sifat komunikasinya bisa tertutup antara satu siswa dengan guru atau bahkan bersama-sama melalui papan buletin. Komunikasinya juga masih bisa dipilih, mau secara serentak atau tidak (Soekartawi, 2002a, b). Melalui e-Learning, para siswa/mahasiswa dimungkinkan untuk tetap dapat belajar sekalipun tidak hadir secara fisik di dalam kelas. Kegiatan belajar menjadi sangat fleksibel karena dapat disesuaikan dengan ketersediaan waktu para siswa/mahasiswa. Kegiatan pembelajaran terjadi melalui interaksi siswa/ mahasiswa dengan sumber belajar yang tersedia dan dapat diakses dari internet.

Sehubungan dengan beberapa hal yang telah diuraikan di atas, tulisan ini akan mencoba mengkaji tentang penyelenggaraan e-Learning sebagai salah satu alternatif pembelajaran. Tulisan ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan bagi lembaga-lembaga pendidikan atau pelatihan dalam merencanakan penyelenggaraan kegiatan pembelajaran melalui media elektronik. Karena itu, di dalam artikel ini dibahas antara lain pengertian tentang pembelajaran elektronik (e-Learning), fungsi pembelajaran elektronik, manfaat pembelajaran elektronik, penyelenggaraan pembelajaran elektronik, dan simpulan serta saran.

2. Kajian Literatur

2.1 Apa yang Dimaksud dengan e-Learning?

Pembelajaran elektronik atau e-Learning telah dimulai pada tahun 1970-an (Waller and Wilson, 2001). Berbagai istilah digunakan untuk mengemukakan pendapat/gagasan tentang pembelajaran elektronik, antara lain adalah: on-line learning, internet-enabled learning, virtual learning, atau web-based learning. Dalam kaitan ini, yang diperlukan adalah kejelasan tentang kegiatan belajar yang bagaimanakah yang dapat dikatakan sebagai e-Learning? Apakah seseorang yang menggunakan komputer dalam kegiatan belajarnya dan melakukan akses berbagai informasi (materi pembelajaran) dari Internet, dapat dikatakan telah melakukan e-Learning?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas, ilustrasi berikut ini mungkin akan dapat membantu memperjelas pengertian tentang e-Learning (Newsletter of ODLQC, 2001).

Ada seseorang yang membawa laptop ke sebuah tempat yang berada jauh di gugusan kepulauan kecil yang terpencil. Dari tempat yang sangat terpencil ini, orang tersebut mulai menggunakan laptop-nya dan melakukan akses terhadap berbagai materi program pelatihan yang tersedia. Tidak ada layanan bantuan belajar dari tutor maupun dukungan layanan belajar bentuk lainnya. Dalam konteks ini, apakah orang tersebut dapat dikatakan telah melaksanakan e-learning? Jawabannya adalah TIDAK. Mengapa? Karena yang bersangkutan di dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukannya tidak memperoleh layanan bantuan belajar dari tutor maupun layanan bantuan belajar lainnya. Bagaimana kalau yang bersangkutan mempunyai telepon genggam dan kemudian berhasil menggunakannya untuk menghubungi seorang tutor? Apakah dalam konteks yang demikian ini dapat dikatakan bahwa yang bersangkutan telah melaksanakan e-Learning? Jawabannya adalah YA.

Dari ilustrasi tersebut di atas, setidak-tidaknya dapat ditarik 3 (tiga) hal penting sebagai persyaratan kegiatan belajar elektronik (e-Learning), yaitu: (a) kegiatan pembelajaran dilakukan melalui pemanfaatan jaringan (“jaringan” dalam uraian ini dibatasi pada penggunaan internet. Jaringan dapat saja mencakup LAN atau WAN). (Website eLearners.com), (b) tersedianya dukungan layanan belajar yang dapat dimanfaatkan oleh peserta belajar, misalnya CD-ROM, atau bahan cetak, dan (c) tersedianya dukungan layanan tutor yang dapat membantu peserta belajar apabila mengalami kesulitan.

Di samping ketiga persyaratan tersebut di atas masih dapat ditambahkan persyaratan lainnya, seperti adanya: (a) lembaga yang menyelenggarakan/mengelola kegiatan e-Learning, (b) sikap positif dari peserta didik dan tenaga kependidikan terhadap teknologi komputer dan internet, (c) rancangan sistem pembelajaran yang dapat dipelajari/diketahui oleh setiap peserta belajar, (d) sistem evaluasi terhadap kemajuan atau perkembangan belajar peserta belajar, dan (e) mekanisme umpan balik yang dikembangkan oleh lembaga penyelenggara.

Dengan demikian, secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa pembelajaran elektronik (e-Learning) merupakan kegiatan pembelajaran yang memanfaatkan jaringan (Internet, LAN, WAN) sebagai metode penyampaian, interaksi, dan fasilitasi serta didukung oleh berbagai bentuk layanan belajar lainnya (Brown, 2000; Feasey, 2001). Dalam uraian lebih lanjut, istilah “e-Learning”, “online learning” atau “pembelajaran elektronik” akan digunakan secara bergantian namun tetap dengan pengertian yang sama seperti yang telah dikemukakan.

2.2 Apa Fungsi Pembelajaran Elektronik?

Setidaknya ada 3 (tiga) fungsi pembelajaran elektronik terhadap kegiatan pembelajaran di dalam kelas (classroom instruction), yaitu sebagai suplemen yang sifatnya pilihan/opsional, pelengkap (komplemen), atau pengganti (substitusi) (Siahaan, 2002).

(1) Suplemen (Tambahan)

Dikatakan berfungsi sebagai supplemen (tambahan), apabila peserta didik mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran elektronik atau tidak. Dalam hal ini, tidak ada kewajiban/keharusan bagi peserta didik untuk mengakses materi pembelajaran elektronik. Sekalipun sifatnya opsional, peserta didik yang memanfaatkannya tentu akan memiliki tambahan pengetahuan atau wawasan.

(2) Komplemen (Pelengkap)

Dikatakan berfungsi sebagai komplemen (pelengkap) apabila materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima siswa di dalam kelas (Lewis, 2002). Sebagai komplemen berarti materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk menjadi materi reinforcement (pengayaan) atau remedial bagi peserta didik di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional.

Materi pembelajaran elektronik dikatakan sebagai enrichment, apabila kepada peserta didik yang dapat dengan cepat menguasai/memahami materi pelajaran yang disampaikan guru secara tatap muka (fast learners) diberikan kesempatan untuk mengakses materi pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dikembangkan untuk mereka. Tujuannya agar semakin memantapkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang disajikan guru di dalam kelas.

Dikatakan sebagai program remedial, apabila kepada peserta didik yang mengalami kesulitan memahami materi pelajaran yang disajikan guru secara tatap muka di kelas (slow learners) diberikan kesempatan untuk memanfaatkan materi pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dirancang untuk mereka. Tujuannya agar peserta didik semakin lebih mudah memahami materi pelajaran yang disajikan guru di kelas.

(3) Substitusi (Pengganti)

Beberapa perguruan tinggi di negara-negara maju memberikan beberapa alternatif model kegiatan pembelajaran/perkuliahan kepada para mahasiswanya. Tujuannya agar para mahasiswa dapat secara fleksibel mengelola kegiatan perkuliahannya sesuai dengan waktu dan aktivitas lain sehari-hari mahasiswa. Ada 3 alternatif model kegiatan pembelajaran yang dapat dipilih peserta didik, yaitu: (1) sepenuhnya secara tatap muka (konvensional), (2) sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi melalui internet, atau bahkan (3) sepenuhnya melalui internet.

Alternatif model pembelajaran mana pun yang akan dipilih mahasiswa tidak menjadi masalah dalam penilaian. Karena ketiga model penyajian materi perkuliahan mendapatkan pengakuan atau penilaian yang sama. Jika mahasiswa dapat menyelesaikan program perkuliahannya dan lulus melalui cara konvensional atau sepenuhnya melalui internet, atau bahkan melalui perpaduan kedua model ini, maka institusi penyelenggara pendidikan akan memberikan pengakuan yang sama. Keadaan yang sangat fleksibel ini dinilai sangat membantu mahasiswa untuk mempercepat penyelesaian perkuliahannya.

2.3 Apa Manfaat e-Learning?

E-learning mempermudah interaksi antara peserta didik dengan bahan/materi pelajaran. Demikian juga interaksi antara peserta didik dengan dosen/guru/instruktur maupun antara sesama peserta didik. Peserta didik dapat saling berbagi informasi atau pendapat mengenai berbagai hal yang menyangkut pelajaran ataupun kebutuhan pengembangan diri peserta didik. Guru atau instruktur dapat menempatkan bahan-bahan belajar dan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik di tempat tertentu di dalam web untuk diakses oleh para peserta didik. Sesuai dengan kebutuhan, guru/instruktur dapat pula memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengakses bahan belajar tertentu maupun soal-soal ujian yang hanya dapat diakses oleh peserta didik sekali saja dan dalam rentangan waktu tertentu pula (Website Kudos, 2002).

Secara lebih rinci, manfaat e-Learning dapat dilihat dari 2 sudut, yaitu dari sudut peserta didik dan guru:

(1) Dari Sudut Peserta Didik

Dengan kegiatan e-Learning dimungkinkan berkembangnya fleksibilitas belajar yang tinggi. Artinya, peserta didik dapat mengakses bahan-bahan belajar setiap saat dan berulang-ulang. Peserta didik juga dapat berkomunikasi dengan guru/dosen setiap saat. Dengan kondisi yang demikian ini, peserta didik dapat lebih memantapkan penguasaannya terhadap materi pembelajaran.

Manakala fasilitas infrastruktur tidak hanya tersedia di daerah perkotaan tetapi telah menjangkau daerah kecamatan dan pedesaan, maka kegiatan e-Learning akan memberikan manfaat (Brown, 2000) kepada peserta didik yang (1) belajar di sekolah-sekolah kecil di daerah-daerah miskin untuk mengikuti mata pelajaran tertentu yang tidak dapat diberikan oleh sekolahnya, (2) mengikuti program pendidikan keluarga di rumah (home schoolers) untuk mempelajarii materi pembelajaran yang tidak dapat diajarkan oleh para orangtuanya, seperti bahasa asing dan keterampilan di bidang komputer, (3) merasa phobia dengan sekolah, atau peserta didik yang dirawat di rumah sakit maupun di rumah, yang putus sekolah tetapi berminat melanjutkan pendidikannya, yang dikeluarkan oleh sekolah, maupun peserta didik yang berada di berbagai daerah atau bahkan yang berada di luar negeri, dan (4) tidak tertampung di sekolah konvensional untuk mendapatkan pendidikan.

(2) Dari Sudut Guru/Dosen

Dengan adanya kegiatan e-Learning (Soekartawi, 2002a,b), beberapa manfaat yang diperoleh guru/dosen/instruktur antara lain adalah bahwa guru/dosen/ instruktur dapat: (1) lebih mudah melakukan pemutakhiran bahan-bahan belajar yang menjadi tanggung-jawabnya sesuai dengan tuntutan perkembangan keilmuan yang terjadi, (2) mengembangkan diri atau melakukan penelitian guna peningkatan wawasannya karena waktu luang yang dimiliki relatif lebih banyak, (3) mengontrol kegiatan belajar peserta didik. Bahkan guru/dosen/instruktur juga dapat mengetahui kapan peserta didiknya belajar, topik apa yang dipelajari, berapa lama sesuatu topik dipelajari, serta berapa kali topik tertentu dipelajari ulang, (4) mengecek apakah peserta didik telah mengerjakan soal-soal latihan setelah mempelajari topik tertentu, dan (5) memeriksa jawaban peserta didik dan memberitahukan hasilnya kepada peserta didik.

Sedangkan manfaat pembelajaran elektronik menurut A. W. Bates (Bates, 1995) dan K. Wulf (Wulf, 1996) terdiri atas 4 hal, yaitu:

(1) Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru atau instruktur (enhance interactivity).

Apabila dirancang secara cermat, pembelajaran elektronik dapat meningkatkan kadar interaksi pembelajaran, baik antara peserta didik dengan guru/instruktur, antara sesama peserta didik, maupun antara peserta didik dengan bahan belajar (enhance interactivity). Berbeda halnya dengan pembelajaran yang bersifat konvensional. Tidak semua peserta didik dalam kegiatan pembelajaran konvensional dapat, berani atau mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan ataupun menyampaikan pendapatnya di dalam diskusi. Mengapa?

Karena pada pembelajaran yang bersifat konvensional, kesempatan yang ada atau yang disediakan dosen/guru/instruktur untuk berdiskusi atau bertanya jawab sangat terbatas. Biasanya kesempatan yang terbatas ini juga cenderung didominasi oleh beberapa peserta didik yang cepat tanggap dan berani. Keadaan yang demikian ini tidak akan terjadi pada pembelajaran elektronik. Peserta didik yang malu maupun yang ragu-ragu atau kurang berani mempunyai peluang yang luas untuk mengajukan pertanyaan maupun menyampaikan pernyataan/pendapat tanpa merasa diawasi atau mendapat tekanan dari teman sekelas (Loftus, 2001).

(2) Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja (time and place flexibility).

Mengingat sumber belajar yang sudah dikemas secara elektronik dan tersedia untuk diakses oleh peserta didik melalui internet, maka peserta didik dapat melakukan interaksi dengan sumber belajar ini kapan saja dan dari mana saja (Dowling, 2002). Demikian juga dengan tugas-tugas kegiatan pembelajaran, dapat diserahkan kepada guru/dosen/instruktur begitu selesai dikerjakan. Tidak perlu menunggu sampai ada janji untuk bertemu dengan guru/instruktur.

Peserta didik tidak terikat ketat dengan waktu dan tempat penyelenggaraan kegiatan pembelajaran sebagaimana halnya pada pendidikan konvensional. Dalam kaitan ini, Universitas Terbuka Inggris telah memanfaatkan internet sebagai metode/media penyajian materi. Sedangkan di Universitas Terbuka Indonesia (UT), penggunaan internet untuk kegiatan pembelajaran telah dikembangkan. Pada tahap awal, penggunaan internet di UT masih terbatas untuk kegiatan tutorial saja atau yang disebut sebagai “tutorial elektronik” (Anggoro, 2001).

(3) Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to reach a global audience).

Dengan fleksibilitas waktu dan tempat, maka jumlah peserta didik yang dapat dijangkau melalui kegiatan pembelajaran elektronik semakin lebih banyak atau meluas. Ruang dan tempat serta waktu tidak lagi menjadi hambatan. Siapa saja, di mana saja, dan kapan saja, seseorang dapat belajar. Interaksi dengan sumber belajar dilakukan melalui internet. Kesempatan belajar benar-benar terbuka lebar bagi siapa saja yang membutuhkan.

(4) Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran (easy updating of content as well as archivable capabilities).

Fasilitas yang tersedia dalam teknologi internet dan berbagai perangkat lunak yang terus berkembang turut membantu mempermudah pengembangan bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan penyempurnaan atau pemutakhiran bahan belajar sesuai dengan tuntutan perkembangan materi keilmuannya dapat dilakukan secara periodik dan mudah. Di samping itu, penyempurnaan metode penyajian materi pembelajaran dapat pula dilakukan, baik yang didasarkan atas umpan balik dari peserta didik maupun atas hasil penilaian guru/dosen/ instruktur selaku penanggung-jawab atau pembina materi pembelajaran itu sendiri.

Pengetahuan dan keterampilan untuk pengembangan bahan belajar elektronik ini perlu dikuasai terlebih dahulu oleh guru/dosen/instruktur yang akan mengembangkan bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan pengelolaan kegiatan pembelajarannya sendiri. Harus ada komitmen dari guru/dosen/ instruktur yang akan memantau perkembangan kegiatan belajar peserta didiknya dan sekaligus secara teratur memotivasi peserta didiknya.

2.4 Penyelenggaraan e-Learning

E-learning tampaknya lebih banyak digunakan di dunia bisnis. Dari penelitian yang dilaksanakan oleh Diane E. Lewis pada tahun 2001 (Lewis, 2002) diketahui bahwa sekitar 42% dari 671 perusahaan yang diteliti telah menerapkan program pembelajaran elektronik dan sekitar 12% lainnya berada pada tahap persiapan/perencanaan. Di samping itu, sekitar 90% kampus perguruan tinggi nasional juga mengandalkan berbagai bentuk pembelajaran elektronik, baik untuk membelajarkan para mahasiswanya maupun untuk kepentingan komunikasi antara sesama dosen. Kemajuan yang demikian ini sangat ditentukan oleh sikap positif masyarakat pada umumnya, pimpinan perusahaan, peserta didik, dan tenaga kependidikan pada khususnya terhadap teknologi komputer dan internet. Sikap positif masyarakat yang telah berkembang terhadap teknologi komputer dan internet antara lain tampak dari semakin banyaknya jumlah pengguna dan penyedia jasa internet.

Peningkatan jumlah pengguna internet sangat menakjubkan di berbagai Negara, terutama di lingkungan negara-negara berkembang. Alexander Downer, Menteri Luar negeri Australia, mengemukakan bahwa jumlah pengguna internet dalam kurun waktu 1998-2000 meningkat dari 1,7 juta menjadi 9,8 juta orang (Brazil), dari 3,8 juta menjadi 16,9 juta orang (China), dan dari 3.000 menjadi 25.000 orang (Uganda) (Downer, 2001).

Selain sikap positif peserta didik dan tenaga kependidikan, alasan/pertimbangan lain untuk menggunakan e-Learning, di antaranya adalah karena: (a) harga perangkat komputer yang semakin lama semakin relatif murah (tidak lagi diperlakukan sebagai barang mewah), (b) peningkatan kemampuan perangkat komputer yang mampu mengolah data lebih cepat dan kapasitas penyimpanan data yang semakin besar; (c) memperluas akses atau jaringan komunikasi, (d) memperpendek jarak dan mempermudah komunikasi, (e) mempermudah pencarian atau penelusuran informasi melalui internet.

Mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan di bidang pengembangan dan pengelolaan kegiatan pembelajaran elektronik menjadi faktor yang sangat menentukan di samping pengadaan fasilitas komputer dan akses internet. Perkembangan yang terjadi dewasa ini adalah mudahnya menjumpai tempat-tempat untuk mengakses internet seiring dengan meningkatnya jumlah Warung Internet (Warnet), baik milik pemerintah maupun publik.

Penyediaan fasilitas internet melalui PT Pos Indonesia telah masuk ke-116 kota di seluruh Indonesia (Hardhono, 2002). Keberadaan berbagai perguruan tinggi di kabupaten/kota turut mempercepat peningkatan jumlah pengguna internet. Demikian juga halnya dengan jumlah institusi penyelenggara kegiatan pembelajaran elektronik, yaitu tercatat sekitar 150 institusi penyelenggara perkuliahan elektronik untuk program sarjana muda dan 200 institusi untuk program sarjana (Pethokoukis, 2001).

Sejalan dengan perkembangan kemajuan teknologi komputer dan internet, Amerika Serikat menetapkan satu strategi nasional yang berfokus pada pemanfaatan teknologi pendidikan, yaitu khusus mengenai “akses para siswa dan guru ke internet. Penggunaan broadband access menjadi standar yang baru. Sebagai tindak lanjutnya, Concord Consortium’s Virtual High School merintis penyelenggaraan Virtual High School pada tahun 1997.

Pada awalnya, Virtual High School hanya diikuti oleh 28 sekolah. Kemudian, berkembang sehingga mencakup 150 sekolah dengan jumlah siswa lebih 3.000 orang yang tersebar di 30 negara bagian dan di 5 negara asing (Brown, 2000). Sedangkan Virtual High School di Ontario, Kanada, memulai kegiatannya pada tahun 1996 dengan 1.000 siswa. Dalam pengembangannya, telah dijalin kerjasama dengan berbagai Dewan Sekolah di Amerika Utara dan di berbagai negara lainnya (Brown, 2000).

Dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran elektronik, guru/dosen/instruktur merupakan faktor yang sangat menentukan dan keterampilannya memotivasi peserta didik menjadi hal yang krusial (Gibbon, 2002). Karena itu, guru/dosen/instruktur haruslah bersikap transparan menyampaikan informasi tentang semua aspek kegiatan pembelajaran sehingga peserta didik dapat belajar secara baik untuk mencapai hasil belajar yang baik. Informasi yang dimaksudkan di sini mencakup (a) alokasi waktu untuk mempelajari materi pembelajaran dan penyelesaian tugas-tugas, (b) keterampilan teknologis yang perlu dimiliki peserta didik untuk memperlancar kegiatan pembelajarannya, dan (c) fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran (Rankin, 2002).

Di samping hal-hal tersebut di atas, para guru/dosen/instruktur dalam pembelajaran elektronik juga dituntut aktif dalam diskusi (McCracken, 2002), misalnya dengan cara: (a) merespons setiap informasi yang disampaikan peserta didik, (b) menyiapkan dan menyajikan risalah dan berbagai sumber (referensi) lainnya, (c) memberikan bimbingan dan dorongan kepada peserta didik untuk saling berinteraksi, (d) memberikan umpan balik secara individual dan berkelanjutan kepada semua peserta didik, (e) menggugah/ mendorong peserta didik agar tetap aktif belajar dan mengikuti diskusi, serta (f) membantu peserta didik agar tetap dapat saling berinteraksi.

Beberapa di antara institusi penyelenggara e-learning dapat dikemukakan sebagai berikut:

University of Phoenix Online merupakan universitas virtual yang paling sukses di Amerika Serikat. University of Phoenix Online ini mempunyai 37.569 mahasiswa dari 78.700 mahasiswa keseluruhan, 38 kampus, dan 78 pusat-pusat kegiatan belajar yang tersebar di Amerika Serikat, Kanada, dan Puerto Rico. Di samping itu, Universitas ini telah meluluskan 10.000 mahasiswa sedangkan Universitas Virtual swasta lainnya di Amerika hanya mampu meluluskan jauh di bawahnya (Pethokoukis, 2002).

Jones International University merupakan salah satu perguruan tinggi yang juga tercatat berhasil dalam menyelenggarakan e-Learning. Universitas ini mempunyai 6,000 mahasiswa yang belajar secara online (Pethokoukis, 2002).

United Kingdom Open University (UKOU) merupakan universitas terbesar penyelenggara kegiatan pembelajaran elektronik di dunia dengan 215,000 mahasiswa (Daniel, 2000).

The College of Business at the University of Tennesse memulai perkuliahan khusus secara e-Learning kepada 400 dokter yang bekerja di ruang gawat darurat di seluruh negara bagian Amerika Serikat dan di 11 negara lainnya. Perguruan tinggi yang menyelenggarakan program setahun untuk MBA bagi para dokter dengan menggunakan e-Learning dan tatap muka.

Universiti Tun Abdul Razak (UNITAR) merupakan universitas yang pertama di Malaysia maupun di kawasan Asia Tenggara yang menyajikan perkuliahan secara elektronik (e-Learning). Perkuliahan elektronik ini mulai diselenggarakan oleh UNITAR pada tahun 1998 (Alhabshi, 2002).

Universitas Terbuka (UT) telah melaksanakan ujicoba penyelenggaraan Tutorial Elektronik (Tutel) pada tahun 1999 bagi para mahasiswanya. Alasan dilakukannya ujicoba tutorial elektronik ini adalah sesuai dengan kebutuhan mahasiswa untuk membantu mereka memecahkan kesulitan yang dihadapi selama belajar mandiri (Anggoro, 2001).

Universitas Gajah Mada (UGM) telah memulai mempersiapkan kegiatan pembelajaran yang memanfaatkan internet untuk program pascasarjana di bidang pengelolaan rumah sakit dan pengelolaan layanan kesehatan pada tahun 1996 (Prabandari dkk., 1998).

Florida Virtual School merupakan salah satu dari Sekolah Menengah di Amerika Serikat yang telah berkembang pesat dalam penyelenggaraan pembelajaran elektronik. Pada tahun kelima, Sekolah Menegah ini menerima 3.505 siswa dengan mempekerjakan sekitar 41 guru secara penuh waktu dan 27 guru lainnya secara paruh waktu. Yang menjadi motto sekolah adalah "kapan saja, di mana saja, melalui jalur mana saja, dengan kecepatan apapun." (Wildavsky, 2001).

Berbagai lembaga yang telah menyelenggarakan e-learning disajikan pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1: Sampel tentang Beberapa Lembaga Penyelenggara E-Learning

No.

Pendidikan Menengah

Pendidikan Tinggi

1.

University Of Missouri-Columbia High School

The College of Business at the University of Tennessee

2.

Illinois Virtual High School

University of Nebraska at Lincoln

3.

Alabama On-Line High School

New York University

4.

Virtual Charter Schools

University of Maryland

5.

Basehor-Linwood Virtual Charter School, Kansas

Brenau University

6.

Alabama Piloting Virtual High

Temple University

7.

Indiana University High School

Columbia University’s Fathom

8.

Class.com

DeVry University

9.

Eagle Christian School, Montana

the Rochester Institute of Technology

10.

Laurel Springs School California's

Jones International University

11.

Maryland Virtual High School of Science and Mathematics

University of Phoenix Online

12.

Kentucky Virtual High School

United Kingdom Open University (UKOU)

13.

Virginia Internet High School

UNITAR

14.

Florida Virtual School

Sumber: Berbagai Websites

(1) Profil dan siswa sasaran kegiatan e-Learning

Kegiatan e-Learning lebih bersifat demokratis dibandingkan dengan kegiatan belajar pada pendidikan konvensional. Mengapa? Peserta didik memiliki kebebasan dan tidak merasa khawatir atau ragu-ragu maupun takut, baik untuk mengajukan pertanyaan maupun menyampaikan pendapat/tanggapan karena tidak ada peserta belajar lainnya yang secara fisik langsung mengamati dan kemungkinan akan memberikan komentar, meremehkan atau mencemoohkan pertanyaan maupun pernyataannya (Loftus, 2001).

Profil peserta e-Learning adalah seseorang yang (1) mempunyai motivasi belajar mandiri yang tinggi dan memiliki komitmen untuk belajar secara sungguh-sungguh karena tanggung jawab belajar sepenuhnya berada pada diri peserta belajar itu sendiri (Loftus, 2001), (2) senang belajar dan melakukan kajian-kajian, gemar membaca demi pengembangan diri secara terus-menerus, dan yang menyenangi kebebasan, (3) mengalami kegagalan dalam mata pelajaran tertentu di sekolah konvensional dan membutuhkan penggantinya, atau yang membutuhkan materi pelajaran tertentu yang tidak disajikan oleh sekolah konvensional setempat maupun yang ingin mempercepat kelulusannya sehingga mengambil beberapa mata pelajaran lainnya melalui e-Learning, serta yang terpaksa tidak dapat meninggalkan rumah karena berbagai pertimbangan (Tucker, 2000).

(2) Pro dan kontra terhadap e-Learning

Pengkritik e-Learning mengatakan bahwa “di samping daerah jangkauan kegiatan e-Learning yang terbatas (sesuai dengan ketersediaan infrastruktur), frekuensi kontak secara langsung antarsesama siswa maupun antara siswa dengan nara sumber sangat minim, demikian juga dengan peluang siswa yang terbatas untuk bersosialisasi (Wildavsky, 2001). Terhadap kritik ini, lingkungan pembelajaran elektronik dapat membantu membangun/mengembangkan “rasa bermasyarakat” di kalangan peserta didik sekalipun mereka terpisah jauh satu sama lain.

Guru atau instruktur dapat menugaskan peserta didik untuk bekerja dalam beberapa kelompok untuk mengembangkan dan mempresentasikan tugas yang diberikan. Peserta didik yang menggarap tugas kelompok ini dapat bekerjasama melalui fasilitas homepage atau web. Selain itu, peserta didik sendiri dapat saling berkontribusi secara individual atau melalui diskusi kelompok dengan menggunakan e-mail (Website kudos, 2002).

Concord Consortium (2002) (http://www.govhs.org/) mengemukakan bahwa pengalaman belajar melalui media elektronik semakin diperkaya ketika peserta didik dapat merasakan bahwa mereka masing-masing adalah bagian dari suatu masyarakat peserta didik, yang berada dalam suatu lingkungan bersama. Dengan mengembangkan suatu komunitas dan hidup di dalamnya, peserta didik menjadi tidak lagi merasakan terisolasi di dalam media elektronik. Bahkan, mereka bekerja saling bahu-membahu untuk mendukung satu sama lain demi keberhasilan kelompok.

Lebih jauh dikemukakan bahwa di dalam kegiatan e-Learning, para guru dan peserta belajar mengungkapkan bahwa mereka justru lebih banyak mengenal satu sama lainnya. Para peserta belajar sendiri mengakui bahwa mereka lebih mengenal para gurunya yang membina mereka belajar melalui kegiatan e-Learning. Di samping itu, para guru e-Learning ini juga aktif melakukan pembicaraan (komunikasi) dengan orangtua peserta didik melalui telepon dan email karena para orangtua ini merupakan mitra kerja dalam kegiatan e-Learning. Demikian juga halnya dengan komunikasi antara sesama para peserta e-Learning.

Di pihak manapun kita berada, satu hal yang perlu ditekankan dan dipahami adalah bahwa e-Learning tidak dapat sepenuhnya menggantikan kegiatan pembelajaran konvensional di kelas (Lewis, 2002). Tetapi, e-Learning dapat menjadi partner atau saling melengkapi dengan pembelajaran konvensional di kelas. e-Learning bahkan menjadi komplemen besar terhadap model pembelajaran di kelas atau sebagai alat yang ampuh untuk program pengayaan. Sekalipun diakui bahwa belajar mandiri merupakan “basic thrust” kegiatan pembelajaran elektronik, namun jenis kegiatan pembelajaran ini masih membutuhkan interaksi yang memadai sebagai upaya untuk mempertahankan kualitasnya (Reddy, 2002).

3. Simpulan dan Saran

Pengertian e-Learning atau pembelajaran elektronik sebagai salah satu alternatif kegiatan pembelajaran dilaksanakan melalui pemanfaatan teknologi komputer dan internet. Seseorang yang tidak dapat mengikuti pendidikan konvensional karena berbagai faktor penyebab, misalnya harus bekerja (time constraint), kondisi geografis (geographical constraints), jarak yang jauh (distance constraint), kondisi fisik yang tidak memungkinkan (physical constraints), daya tampung sekolah konvensional yang tidak memungkinkan (limited available seats), phobia terhadap sekolah, putus sekolah, atau karena memang dididik melalui pendidikan keluarga di rumah (home schoolers) dimungkinkan untuk dapat tetap belajar, yaitu melalui e-Learning.

Penyelenggaraan e-Learning sangat ditentukan antara lain oleh: (a) sikap positif peserta didik (motivasi yang tinggi untuk belajar mandiri), (b) sikap positif tenaga kependidikan terhadap teknologi komputer dan internet, (c) ketersediaan fasilitas komputer dan akses ke internet, (d) adanya dukungan layanan belajar, dan (e) biaya akses ke internet yang terjangkau untuk kepentingan pembelajaran/pendidikan.

Perkembangan di berbagai negara memperlihatkan bahwa jumlah pengguna internet terus meningkat; demikian juga halnya dengan jumlah peserta didik yang mengikuti e- Learning dan institusi penyelenggara e-Learning. Fungsi e-Learning dapat sebagai pelengkap atau tambahan, dan pada kondisi tertentu bahkan dapat menjadi alternatif lain dari pembelajaran konvensional. Peserta didik yang mengikuti kegiatan pembelajaran melalui program e-Learning memiliki pengakuan yang sama dengan peserta didik yang mengikuti kegiatan pembelajaran secara konvensional.

Peserta didik maupun dosen/guru/instruktur dapat memperoleh manfaat dari penyelenggaraan e-Learning. Beberapa di antara manfaat e-Learning adalah fleksibilitas kegiatan pembelajaran, baik dalam arti interaksi peserta didik dengan materi/bahan pembelajaran, maupun interaksi peserta didik dengan dosen/guru/ instruktur, serta interaksi antara sesama peserta didik untuk mendiskusikan materi pembelajaran.

Lembaga pendidikan konvensional (universitas, sekolah, lembaga-lembaga pelatihan, atau kursus-kursus yang bersifat kejuruan dan lanjutan) secara ekstensif telah menyelenggarakan perluasan kesempatan belajar bagi ‘target audience’ mereka melalui pemanfaatan teknologi komputer dan internet (Collier, 2002). Seiring dengan hal ini, peserta didik usia sekolah yang mengikuti kegiatan pembelajaran elektronik juga terus meningkat jumlahnya (Gibbon, 2002).

Pustaka Acuan

Alhabshi, Syed Othman. (2002). “e-Learning: A Malaysian Case Study”. A Paper presented at the Africa-Asia Workshop on Promoting Cooperation in Information and Communication Technologies Development, organized by United Nations Development Program (UNDP) and the Government of Malaysia at the National Institute of Public Administration (INTAN) on 26 March 2002, in Kuala Lumpur.

Anggoro, Mohammad Toha. 2001. “Tutorial Elektronik melalui Internet dan Fax Internet” dalam Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 2, No. 1, Maret 2001. Tangerang: Universitas Terbuka.

Bates, A. W. (1995). Technology, Open Learning and Distance Education. London: Routledge.

Brown, Mary Daniels. 2000. Education World: Technology in the Classroom: Virtual High Schools, Part 1, The Voices of Experience (sumber dari internet 16 September 2002: http://www.education-world.com/a_tech/tech052.shtml)

Collier, Geoff. 2002. E-Learning in Australia (sumber dari internet: http://www.eduworks.com).

Concord Consortium. 2002. (sumber dari internet: http://www.govhs.org/)

Daniel, Sir John. 2000. Inventing the Online University. An Address on the occasion of the opening of the Open University of Hong Kong Learning Center on 4 December 2000, in Hong Kong.

Dowling, James, et.al. 2002. “The e-Learning Hype Cycle” in e-LearningGuru.com (sumber dari internet: http://www.w-learningguru.com/articles)

Downer, Alexander. 2001. The Virtual Colombo Plan-Bringing the Digital Divide. (sumber dari internet: http://www.ausaid.gov.au/)

Feasey, Dave. 2001. E-Learning. Eyepoppingraphics, Inc. (sumber dari Internet tanggal 20 Agustus 2002: http://eyepopping.manilasites.com/profiles/)

Gibbon, Heather S. 2002. Process for Motivating Online Learners from Recruitment through Degree Completion. Brenau University. (sumber dari Internet 20 September 2002).

Hardhono, A.P. 2002. ‘Potensi Teknologi Komunikasi dan Informasi dalam Mendukung Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh di Indonesia’ dalam Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh Vol. 3, No. 1 Maret 2002. Tangerang: Pusat Studi Indonesia, Lembaga Penelitian Universitas Terbuka.

Lewis, Diane E. 2002. “A Departure from Training by the Book, More Companies Seeing Benefits of E-Learning”, The Boston Globe, Globe Staff, 5/26/02 (sumber Internet: http://bostonworks.boston.com/globe/articles/052602/elearn.html)

Loftus, Margaret. 2001. But What’s It Like? Special Report on E-Learning (sumber Internet: 20 Agustus 2002:

http://www.usnews.com/edu/elearning/articles/020624elearning.htm)

McCracken, Holly. 2002. “The Importance of Learning Communities in Motivating and Retaining Online Learners”. University of Illinois at Springfield.

Newsletter of Open and Distance Learning Quality Council, October 2001 (sumber dari internet: 16 September 2002 http://www.odlqc.org.uk/odlqc/n19-e.html)

Pethokoukis, James M. 2002. E-Learn and Earn. (sumber dari Internet: 20 Agustus 2002. http://www.usnews.com/edu/elearning/articles/020624elearning.htm

Prabandari, dkk. 1998. Process Evaluation of An Internet-based Education on Hospital and Health Service Management at Gajah Mada University, Yogyakarta, A Paper presented in the 4th International Symposium on on Open and Distance Learning.

Rankin, Walter P. 2002. “Maximal Interaction in the Virtual Classroom: Establishing Connections with Adult Online Learners” (sumber dari internet: 16 September 2002).

Reddy, V. Venugopal and Manjulika, S. 2002. From Face-to-Face to Virtual Tutoring: Exploring the potentials of E-learning Support. Indira Gandhi National Open University (sumber Internet, September 2002).

Siahaan, Sudirman. 2002. “Studi Penjajagan tentang Kemungkinan Pemanfaatan Internet untuk Pembelajaran di SLTA di Wilayah Jakarta dan Sekitarnya” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Tahun Ke-8, No. 039, November 2002. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan-Departemen Pendidikan Nasional.

Soekartawi. 2002a. “Prospek Pembelajaran Jarak Jauh Melalui Internet”. Invited Papers. Disajikan pada Seminar Nasional Teknologi Pendidikan pada tanggal 18-19 Juli 2002 di Jakarta.

Soekartawi. 2002b. “E-learning, Kampus Virtual Masa Depan” dalam Harian Pelita, 29 Juli 2002.

Tucker, Bill. 2000. E-learning and Non-Profit Sector, White Paper Discussion of the Potential of E-Learning to Improve Non-Profit management Training, Washington, SmarterOrg, Inc., (sumber dari internet: www.smarterorg.com).

Waller, Vaughan and Wilson, Jim. 2001. A Definition for E-Learning” in Newsletter of Open and Distance Learning Quality Control. October 2001. (sumber dari internet: 16 September 2002 http://www.odlqc.org.uk/odlqc/n19-e.html).

Website e-learners.com on: http:/www.elearners.com/services/faq/glossary.htm

Website kudos on “What is e-learning?” (sumber Website: http://www.kudos-idd.com/learning_solutions/definition).

Wildavsky, Ben. 2001. “Want More From High School?” Special Report: E-Learning 10/15/01, Sumber: http://www.usnews/edu/elearning/articles).

Wulf, K. (1996). Training via the Internet: Where are We? Training and Development 50 No. 5. (sumber dari Internet: 20 September 2002).

 

0 Responses to E-Learning bagian 2